
Aqiqah adalah salah satu ibadah yang sering dilakukan umat Islam untuk menyambut kelahiran anak. Namun, masih banyak yang bertanya: apakah aqiqah hukumnya wajib atau sunnah? Artikel ini akan menjelaskan status hukum aqiqah berdasarkan dalil Al-Qur’an, hadis, dan pendapat ulama.
1. Dalil tentang Aqiqah dalam Islam
Aqiqah disyariatkan berdasarkan hadis Rasulullah ﷺ:“Setiap anak tergadai dengan aqiqahnya, disembelihkan untuknya pada hari ketujuh, dicukur rambutnya, dan diberi nama.” (HR. Abu Dawud, Tirmidzi, Ibnu Majah).Hadis ini menunjukkan bahwa aqiqah dianjurkan, tetapi tidak ada ayat Al-Qur’an yang mewajibkannya.
2. Pendapat Ulama tentang Hukum Aqiqah
Para ulama berbeda pendapat mengenai hukum aqiqah:
- Pendapat Pertama (Mayoritas Ulama: Sunnah Muakkadah) Jumhur ulama (Malikiyah, Syafi’iyah, Hanabilah) menyatakan bahwa aqiqah adalah sunnah muakkadah (sangat dianjurkan), bukan wajib. Ini berdasarkan bahwa Rasulullah ﷺ dan para sahabat melaksanakannya, tetapi tidak pernah memerintahkan dengan tegas.
- Pendapat Kedua (Sebagian Ulama: Wajib) Sebagian ulama, seperti Imam Laits bin Sa’ad dan sebagian Hanafiyah, berpendapat bahwa aqiqah wajib karena hadis di atas menggunakan kata "tergadai", yang menunjukkan kewajiban. Namun, pendapat ini minoritas.
- Pendapat Ketiga (Boleh Ditinggalkan bagi yang Tidak Mampu) Ulama sepakat bahwa aqiqah tidak wajib bagi yang tidak mampu. Rasulullah ﷺ bersabda: “Barangsiapa yang tidak mampu mengaqiqahi, maka tidak mengapa meninggalkannya.” (HR. Baihaqi).
3. Kapan Aqiqah Dilaksanakan?
- Waktu utama: Hari ke-7 setelah kelahiran.
- Jika terlewat: Bisa dilaksanakan di hari ke-14, 21, atau kapan saja selama mampu.
4. Kesimpulan
Aqiqah hukumnya sunnah muakkadah (sangat dianjurkan) menurut mayoritas ulama. Namun, bagi yang mampu, sangat baik melaksanakannya karena banyak keutamaannya. Bagi yang belum mampu, tidak berdosa meninggalkannya. AdzkiaAqiqah.com siap membantu pelaksanaan aqiqah sesuai syariat dengan layanan profesional. Hubungi kami untuk konsultasi!